Emoticon flat itu selalu mengingatkanku kepada seorang cowok tinggi yang memiliki tampang biasa saja dan bisa dibilang bukan tipe kebanyakan idamannya para cewek. Aku sedikit heran dengan diriku sendiri, entah mengapa lelaki bertampang biasa itu mampu mencuri hatiku yang lembut ini. Namun, ada satu hal yang bikin aku jadi menaruh rasa sama si cowok bertampang datar itu. Dia itu terlalu baik, bahkan hampir ke semua cewek yang pernah menjadi temannya. Tidak ada yang salah dengan sikap baiknya itu, hanya saja beberapa perempuan selain diriku juga pernah menaruh rasa dengannya yaitu sahabatku sendiri, dan aku merasa risih dengan hal itu.
Beberapa hari belakangan ini aku memikirkan dia, ya dia, siapa lagi kalau bukan si cowok bertampang datar itu. Kami menghabiskan waktu bersama layaknya seorang teman di kelas, tetapi aku selalu menganggapnya lebih. Aku jadi berpikiran jika dia juga menyukai diriku. Malam sebelum tidur, aku sedikit berangan-angan jika kami bersama, mungkin kita akan bahagia. Setiap malam aku selalu memikirkan dia. Hingga timbul lah sebuah keinginan untuk mengajaknya ke tahap pacaran.
Katakanlah ini ide yang gila. Tetapi aku ini perempuan, tidak ada perempuan yang menyatakan perasaannya kepada cowok yang dia suka. Hanya ide gila itu yang terlintas dibenakku. Kalian tahu apa yang ingin kulakukan? Ya, aku ingin mengungkapkan perasaanku kepadanya, tetapi aku sedikit gengsi akan hal itu. Jika di drama - drama Korea yang selalu ku tonton, laki - laki lah yang dengan gentle-nya mengungkapkan perasaannya, sangat berbanding terbalik dengan aku. Dengan bermodal rasa yakin, ku sobekkan sebuah kertas dari buku diary ku. Jantungku semakin berdegup cepat. Entah harus darimana aku harus menuliskannya. Ini adalah surat cinta pertamaku. Harapannya dia menerima aku dengan rasa ini. Ya, semoga saja.
Mungkin terdengar sedikit aneh. Tapi sebelum itu aku mau bilang. Aku Suka Sama Kamu. Itu pernyataanku untukmu. Bisa dibilang, aku suka kamu, semenjak kita kelas 7. Kamu ingat tidak, saat itu kamu tidak menyimak salah satu teman yang sedang membaca Alquran, dan kamu bertanya ayat berapa selanjutnya kepadaku. Sederhana sekali bukan, tetapi, semenjak interaksi kita yang pertama itulah, aku menaruh rasa sama kamu.
Aku tahu, mungkin kamu lebih menyukai perempuan yang semanis Nana, sepintar Risma, dan semolek Ayu. Tetapi, rasa cintaku begitu besar, dan aku janji aku bakalan setia dengan hubungan kita. Terus juga, ini benar - benar terdengar berlebihan. Bisakah kita berdua berpacaran? Kalaupun kamu tidak ingin, setidaknya biarkan aku menjadi pacarmu selama enam bulan sebelum kelulusan kita. Jujur saja, kamu adalah lelaki yang pertama kali bisa membuatku memikirkanmu semalam suntuk, kamu adalah lelaki yang sebenarnya tidak melakukan hal yang romantis sekalipun, tetapi aku begitu menyukaimu.
***
Aku berjalan menuju pekarangan sekolah dengan perasaan nano – nano dan tidak bisa diungkapkan dengan kata - kata. Telapak tanganku terasa dingin, sementara badanku terasa panas. Aku jadi gemetaran sekarang, malahan sempat bermimpi jika kamu hanya diam setelah menerima suratku, apakah kamu tidak menerima perasaanku? Ah, sudahlah. Yang terpenting hatiku terasa legah sekarang, aku sudah memendam rasa itu hampir dua tahun lamanya dalam hatiku, setidaknya kamu sudah tahu dengan rasa suka ku kepadamu. Dan jujur, aku juga merasa legah.
Aku menarik nafasku, mencoba menenangkan diri ini yang sedari tadi terasa tidak nyaman. Semakin lama jantungku semakin deg - degan, melihatmu pagi ini sukses membuat kakiku lemas seperti jelly. Ya Tuhan, selamatkanlah hamba mu ini. Izinkan aku menyempurnakan belahan jiwanya si Erik, biarkan aku yang menjadi pacarnya, kalaupun bisa, jadikanlah dia jodoh hamba. Aamiin.
Surat yang sudah ku lipat dengan hati - hati itu akan kuberikan sepulang sekolah. Sungguh berbahaya jika aku memberinya sekarang. Dia cukup terbuka kepada semua teman - temannya. Aku suka sama Erik bukan rahasia umum lagi di kelas ini, cuman beberapa teman menganggap perasaanku dengannya hanya sebatas main - main saja. Padahal sebenarnya itu memang benar. Tapi, aku tidak ingin teman sekelasku tahu kalau cewek nekad seperti diriku, memberinya surat cinta. Pastinya aku diledeg jika ketahuan dan mereka pasti akan mengejekku habis-habisan.
Bell berbunyi menandakan waktu jam pelajaran sudah berakhir. Setelah guru keluar dari kelas, aku sengaja menarik baju Erik agar kita bisa ngomong berdua.
"Ngapain woy, maen tarik baju aja." Ucap Erik sembari menatapkanku dengan tatatapan sinisnya.
"Sini bentar, ada yang mau gue omongin sama lo."
Dia enggak kaget sama sekali dengan sikap ku, karena aku sudah biasanya memperlakukannya begini. Jadi ya, bawaannya masih santai aja sih, walau jantungku kian lama makin enggak karuan ritmenya. Dia natap aku terus aku keluarin deh secarik kertas itu, lalu ku masukin ke dalam saku bajunya.
"Lo ngasih apaan? Ngasih uang jajan?"
"Heh, bukan. Tolong lo buka pas udah sampe di rumah. Kalau lo buka di sini, gue tonjok kepala lo."
"Apaan sih, gue jadi takut."
"Santai aja sih, kalau gitu gue pulang duluan ya, Ayah gue udah nungguin soalnya."
Aku setengah berlari keluar dari pekarangan sekolah. Sumpah, aku jadi takut sekarang. Takut cintaku bertepuk sebelah tangan, takut diledegin sama dia, dan yang paling bikin aku takutkan lagi, jangan sampe dia menghindari aku, hanya gara - gara pernyataan rasa suka ku itu. Please lah, aku enggak bisa nafas saat ini, aku tidak sabar menunggu hari besok.
***
Sekarang adalah hari Kamis. Setiap pagi sebelum kita masuk ke kelas, kita dibariskan dulu di halaman, karena ada pesan - pesan yang ingin disampaikan oleh bapak atau ibu guru. Sedangkan aku saat ini sudah mengambil barisan, tetapi di kelas 9.2 karena saat ini aku belum berani menatap wajahnya. Aku pantau dia dari sini, dia terlihat biasa aja. Bisa - bisanya dia begitu santai disaat tubuhku gemetaran tidak karuan.
Kita sudah selesai berbaris. Semua siswa sudah masuk ke kelas masing - masing. Aku masih memantau dia dari tempat dudukku. Dan dia menatapku sekilas, setelahnya dia mengabaikanku. Aku sedikit kecewa dengannya. Mengapa dia mengabaikanku? Heh, apa - apaan itu? Dia sengaja merangkul bahu si Sarah di depan mataku, sungguh enggak punya hati juga ini pria. Tapi tenang, aku harus tenang, mungkin saja dia sengaja mempermainkan aku.
Demam.
Itu yang kurasa sekarang. Oh, Erik. Jadi ini jawabanmu? Jadi, kita berjahuan sekarang. Kenapa kamu tidak membalasnya seperti aku menyatakan rasaku padamu, jikapun kamu menolak diriku, setidaknya jangan jahui diriku, jangan anggap aku tidak ada. Teganya kamu menggantung perasaanku, oh, Erik. Tetapi ya gimanalah, aku sedikit kurang menerima kenyataan ini Erik, walaupun perasaanku tidak kau jabah, tapi anggaplah aku seperti teman mu lagi Erik. Sungguh, aku tidak suka jika kita menjarak seperti ini.
Hari demi hari, kelas sembilan ini ku akhiri dengan perasaanmu yang masih tertoreh di hatiku. Walau aku sedikit menelan ludahku, tetapi tanpa kamu lagi di diary ku, entah gimana aku kedepannya. Nyatanya, 6 tahun berlalu, aku masih menaruh rasa suka ku padamu, Erik. Yeah, walau kenyataannya saat ini kamu sudah memiliki gandengan, dengan status pacaran, itu berarti aku masih memiliki kesempatan untuk bersanding di sisimu Erik.
Aku akan setia menunggu kehadiranmu di rumahku, Erik. Walaupun padahal kenyataan yang sebenarnya, kita sudah tidak lagi saling bertegur sapa. Kontak watsapmu saja aku tidak punya, bahkan di Instagram kamu malah menjadi penonton setia story Instagram ku. Terima kasih, Erik. Dengan kehadiranmu di hidupku, aku jadi mengerti sekarang mengenai jodoh ideal bagiku. Mungkin saja kamu dihadirkan dalam hidupku sebagai pelajaran dalam hidupku, dengan kamu aku paham, bahwa kita harus menjadi yang terbaik bagi diri sendiri, untuk bisa memantaskan diri sebagai pasangan yang terbaik bagi pasangan kita kelak.
Komentar
Posting Komentar